Ganoderma : “Momok Menakutkan” Planter Kelapa
Sawit
Ganoderma
adalah cendawan patogenik tular tanah (soil borne) yang banyak ditemukan di
hutan-hutan primer dan menyerang berbagai jenis tanaman hutan. Cendawan ini
dapat bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama. Sesungguhnya
Ganoderma tergolong pada kelompok cendawan yang lemah. Serangan pada kelapa
sawit menjadi dominan karena terjadi ketidakseimbangan agroekosistem di
perkebunan kelapa sawit dan tidak adanya cendawan kompetitor dalam tanah,
akibat menurunnya unsur hara organik dalam tanah dan aplikasi herbisida yang
tidak bijaksana.
Awalnya,
penyakit Ganoderma diduga menyerang tanaman menghasilkan saja dan secara
ekonomi tidak berbahaya, dengan kejadian penyakit masih <1%. Namun beberapa
tahun terakhir ini Ganoderma telah menjadi satu masalah yang paling serius
terutama pada satu atau lebih dari 2 generasi tanam. Kejadian Ganoderma
berkorelasi positif dengan generasi kebun kelapa sawit. Saat ini Ganoderma
sudah bisa ditemukan hampir di semua kebun kelapa sawit di Indonesia walau
kejadian penyakitnya bervariasi. Perkembangan cepat penyakit ini tidak hanya di
lahan mineral tetapi juga di lahan gambut. Pada tanah yang miskin unsur hara di
laporkan kejadian penyakit Ganoderma lebih besar.
Di
beberapa kebun di Indonesia, Ganoderma telah menyebabkan kematian kelapa sawit
hingga 80% atau lebih populasi kelapa sawit dan hal tersebut menyebabkan
penurunan produk kelapa sawit persatuan luas (Susanto, et al, 2002).
GEJALA
DAN TANDA PENYAKIT
Gejala
awal penyakit sulit dideteksi karena gejala eksternal perkembangannya yang
lambat . Pada tanaman kelapa sawit muda (TBM), gejala penyakit busuk pangkal
batang (BPB) yang dapat diamati dari luar adalah adanya daun yang menguning
pada satu sisi, atau adanya bintik-bintik kuning dari daun yang lebih pendek,
yang kemudian diikuti dengan nekrosis (Singh, 1991). Pada daun yang baru
membuka nampak lebih pendek dibandingkan daun normal lalu mengalami klorosis
dan bahkan mengalami nekrosis. Seiring penyakit ini terus berkembang, tanaman
kelapa sawit nampak pucat keseluruhan, pertumbuhan lambat dan daun tombak yang
tersisa tidak membuka.
Gejala
serupa juga dapat dilihat pada tanaman menghasilkan (TM) , terdapat beberapa
daun tombak tidak terbuka dan kanopi daun umumnya pucat. Daun yang terserang
kemudian mati dimana nekrosis dimulai pada daun yang paling tua dan merambat
meluas ke atas ke arah mahkota daun. Tanaman kemudian mati dimana daun kering
terkulai pada ujung pelepah pada batang atau patah tulang di beberapa titik sepanjang
malai, dan menggantung ke bawah seperti “rok wanita”. Umumnya apabila gejala
pada daun terus diamati biasanya akan ditemukan bahwa setidaknya satu setengah
bagian jaringan batang bawah telah mati diserang cendawan. Apabila tanaman
belum menghasilkan terinfeksi, biasanya akan mengalami kematian dalam kurun
waktu 6-24 bulan sejak munculnya gejala pertama, sedangkan pada tanaman kelapa
sawit menghasilkan kematian terjadi antara 2-3 tahun kemudian setelah infeksi.
EPIDEMI
PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG
Cendawan
Ganoderma bersifat patogenik pada kelapa sawit dan mempunyai kisaran inang yang
luas seperti kelapa, karet, teh, kakao, tanaman hutan (Acacia, Populus dan
madacadamia).
Penularan
penyakit BPB terjadi melalui kontak akar tanaman sehat dengan sumber inokulum
yang dapat berupa akar dan batang sakit. Akar tanaman kelapa sawit muda,
tertarik kepada tunggul yang membusuk yang mengandung banyak hara dan
kelembaban tinggi. Agar dapat menginfeksi akar tanaman sehat, cendawan harus
mempunyai bekal makanan (food base) yang cukup (Semangun 2000). Kejadian
penyakit BPB pada kelapa sawit meningkat pada kebun yang sebelumnya atau
ditanam bersamaan dengan kelapa, terutama pada kebun yang terdapat sisa-sisa
tunggul kelapa yang terbenam di dalam tanah. Ganoderma menginfeksi tanaman
lebih awal 12 hingga 24 bulan pada tanaman kelapa sawit berumur 4 hingga 5
tahun yang ditanam bersamaan dengan tanaman kelapa.
Ganoderma
dapat hidup pada tunggul kayu karet dan kakao. Kebun yang banyak mempunyai
tunggul karet, kelapa sawit, kelapa atau tanaman hutan lain akan cenderung
mempunyai kejadian penyakit yang tinggi. Tunggul-tunggul yang dibiarkan akan
berpotensi sebagai sumber inokulum Ganodema. Oleh karena itu disarankan
melakukan eradikasi sisa-sisa tanaman yang terinfeksi Ganoderma.
Pada
tanaman yang terinfeksi akan muncul tubuh buah yang menghasilkan basidiospora
sebagai sumber epidomologi penyakit. Basidiospora disebarkan oleh bantuan
angin, serangga vektor, dan kumbang Oryctes rhinoceros yang larvanya banyak
ditemukan pada batang kelapa sawit yang sudah membusuk. Hasil evaluasi bersama
tim Bioteknologi
Bogor,
serangga vektor penularan Ganoderma yang ditemukan di daerah Sulawesi Barat dan
Tengah teridentifikasi: Eumorphus spp. (Endomychidae, Coleoptera). Serangga
vektor tersebut menjadi agen penyebaran ganoderma dari tanaman terinfeksi ke
tanaman sehat sehingga serangan ganoderma tidak hanya terjadi pada pangkal
batang (basal stem rot) saja namun juga pada batang atas (upper stem rot).
TEKNIK
DETEKSI DINI GANODERMA
Untuk
memantau keberadaan pokok yang terserang Ganoderma maka perlu dilakukan
diagnosa. Diagnosa yang umum dilakukan adalah dengan mengamati gejala visual
(eksternal) untuk mengetahui infeksi penyakit. Pengamatan ini berdasarkan
gejala visual penampakan daun tombak yang ganda dan tanda adanya badan buah
Ganoderma pada pangkal batang kelapa sawit. Deteksi secara visual yang saat ini
masih banyak dilakukan untuk mengetahui tingkat serangan ganoderma dengan
mengelompokkan level serangan berdasarkan klasifikasi. Pemantauan bisa
dilakukan melalui citra satelit untuk mendapatkan informasi banyaknya tanaman
yang mati akibat Ganoderma. Sensus terhadap point Ganoderma terinfeksi dapat
menggunakan analysis Spatial Autocorrelation and Near analysis dari program
software ArcGIS.
Deteksi
dini Ganoderma telah mengalami perkembangan dari visual sampai dengan
teknik-teknik tertentu seperti deteksi dini menggunakan Gano-kit (perangkat
berbasis serologi) yang dikembangkan oleh Suharyanto (Bioteknologi Perkebunan
Indonesia). Di Malaysia, Ariffin dan Idris (1991) telah mengembangkan teknik
GSM yaitu media selektif Ganoderma dimana teknik ini secara selektif dapat
mengisolasi patogen Ganoderma dari setiap jaringan Imtanaman yang terinfeksi
secara langsung dapat dilakukan di lapangan baik melalui sterilisasi maupun
tanpa sterilisasi. Deteksi dini secara molekuler melalui amplifikasi gen pada
bagian organ tanaman (marka gen) yang diteliti oleh BPPT dan PT. Astra Agro
Lestari Tbk. Deteksi dini dengan penggunaan spectroradiometer baru-baru ini juga
diteliti oleh Malaysian Palm Oil Board untuk mendeteksi Ganoderma.
PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN GANODERMA
Meninjau
bahwa setiap sumber daya genetik mempunyai ketahanan yang berbeda-beda terhadap
ganoderma dan tidak ada kelapa sawit yang resisten dan imun terhadap Ganoderma,
maka alternatif usaha pencegahan dan pengendalian sebaiknya dilakukan secara
terpadu : dengan menggunakan bahan tanaman parsial toleran Ganoderma,
pengendalian secara kultur teknis melalui persiapan lahan saat replanting,
hayati dan pengendalian kimiawi yang bersifat memperpanjang umur tanaman.
Karena itu alternatif pengendalian terbaik adalah dengan mempersiapkan bahan tanaman yang toleran, didukung pengendalian secara kultur teknis dan hayati. Pengendalian
Karena itu alternatif pengendalian terbaik adalah dengan mempersiapkan bahan tanaman yang toleran, didukung pengendalian secara kultur teknis dan hayati. Pengendalian
Ganoderma
dibagi menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan jangka pendek dan jangka
panjang. Pengendalian jangka pendek bertujuan untuk mengurangi laju infeksi
penyakit melalui kegiatan kultur teknis (sanitasi) dan hayati. Sedangkan dalam
jangka panjang penggunaan bahan tanaman yang parsial toleran Ganoderma melalui
serangkaian penelitian. Saat ini sudah ada perusahaan perkebunan kelapa sawit
yang sudah memproduksi bahan tanaman (KKS) parsial toleran Ganoderma.
Menurut
Dr.Darmono Tani Wiryono, Pakar Ganoderma Biotek Perkebunan, sesungguhnya yang
“sakit” adalah lahan pertanaman sehingga meskipun bibit kelapa sawit yang
ditanam bebas dari inokulum Ganoderma namun bila ditanam pada areal yang sudah
terinfeksi Ganoderma dalam kualitas dan kuantitas yang tinggi maka tanaman
tersebut akan terserang juga. Sementara itu berdasarkan hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan Prof. Meity S. Sinaga, Guru Besar Fitophatologist IPB,
strategi pengendalian penyakit BPB Ganoderma yang paling menjanjikan yaitu
dengan menerapkan pengendalian terpadu yang merupakan kombinasi dari
pengendalian hayati, pembuatan parit isolasi tanaman terinfeksi, pemusnahan
sumber inokulum.
Sanitasi
tanaman terinfeksi dilakukan melalui pemusnahan inokulum dengan cara membongkar
tanah memusnahkan tunggul-tunggul, bole dan akar tanaman terinfeksi serta
membakarnya. Melakukan chiping dengan ketebalan 10 cm pada saat replanting.
Pembuatan parit isolasi untuk tanaman yang terinfeksi pada populasi infeksi
masih rendah.
Bahan Tanaman Toleran, ada indikasi bahwa bahan tanaman varietas dura menunjukkan gejala yang lebih lambat daripada bahan tanaman varietas tenera. Bahan tanaman yang parsial toleran ganoderma sudah ada yang diproduksi disalah satu breeder perkebunan di Indonesia.
Bahan Tanaman Toleran, ada indikasi bahwa bahan tanaman varietas dura menunjukkan gejala yang lebih lambat daripada bahan tanaman varietas tenera. Bahan tanaman yang parsial toleran ganoderma sudah ada yang diproduksi disalah satu breeder perkebunan di Indonesia.
Pengendalian
Hayati lebih bersifat sebagai tindakan preventif dalam menekan laju infeksi
Ganoderma. Perlakuan pada awal pembibitan kelapa sawit dengan cendawan
antagonis (Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.) serta Mikoriza, untuk
meningkatkan pertahanan tanaman terhadap serangan penyakit BPB pada pembibitan
kelapa sawit, ke dalam polibag diitambahkan 15-30 gram cendawan antagonis. Pada
saat bibit dipindahkan ke lapangan, ke dalam lubang tanam ditambahkan cendawan
Trichoderma spp. sebanyak 75–150 gram. Cendawan seperti Gliocladium sp,
Trichoderma spp. ( T. viridae, T.hamatum, T. harzianum, T. koningii dan T.
polysporum) dilaporkan dapat menekan
Ganoderma
melalui kemampuan mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan patogen (Cook
and Baker, 1989) dengan memanfaatkan Trichoderma spp. sebagai organisme yang mempunyai
kemampuan antagonistik dalam mengendalikan penyakit tanaman. Trichoderma spp.
merupakan cendawan yang sangat umum dijumpai dalam tanah dan merupakan jamur
yang bersifat antagonistik terhadap cendawan lain (Chet, 1987). Saat ini
cendawan Trichoderma spp sudah banyak diproduksi massal dan mudah didapatkan.
Cendawan
endophytic Hendersonia yang dinamakan Hendersonia GanoEF1, Amphinema GanoEF2
dan Phebia ganoEF3 (dilaporkan Nurrashyeda et al, 2011 dalam Shamala Sundram et
al 2013) berpotensi mengurangi kejadian penyakit di pembibitan. Ketiga jenis
cendawan endophytic tersebut telah diformulasi secara komersial di Malaysia.
Pengendalian kimiawi lebih bersifat untuk memperpanjang umur tanaman yang nantinya akan mengalami kematian juga. Dari hasil penelitian fungisida berbahan aktif hexaconazole biasa digunakan dengan menginjeksikan ke dalam batang tanaman.
Pengendalian kimiawi lebih bersifat untuk memperpanjang umur tanaman yang nantinya akan mengalami kematian juga. Dari hasil penelitian fungisida berbahan aktif hexaconazole biasa digunakan dengan menginjeksikan ke dalam batang tanaman.
REFERENSI
BUKU
- Chet,I (Ed.),
1987. Innovative Approaches to Plant Diseases Control. John Wiley and
Sons, A Wiley-Interscience Publication, USA. pp. 11-210.
- Cook, R. J. and
K. F. Baker, 1989. The Nature on Practice of Biological Control of Plant
Pathogens. ABS press, The American Phytopathological Society, St. Paul,
Minesota 539p.
- Idris, A.S,
Arifin, D., Watt ,T.A, & Swinburne, T.R. 2001. Distribution of species
of Ganoderma Basal Stem rot of oil palm in relation to the environmental
conditions in Peninsular Malaysia. Proc. PIPOC 2001
- Probo
Rahadianto, 2013. Geographic Information system Application on Ganoderma
Research. Proc 5th MPOB-IOPRI 2013.
- Semangun, H.
1990. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.808p.
- Shamala Sundram,
Idris Abu Seman, Nur Rasyeda Ramli and Shariffah Muzaimah Syed Aripin,
2013. Exploring the Potentials of Biological Control Agents againts
Ganoderma Basal Stem Rot Disease. Proc 5th MPOB-IOPRI 2013. 178p.
- Susanto, A.
2002. Kajian pengendalian hayati Ganoderma boninense Pat. penyebab
penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit. Disertasi IPB, Bogor